Home Roda Niaga Pengusaha Angkutan Enggan Pakai Dexlite? Ini Alasannya

Pengusaha Angkutan Enggan Pakai Dexlite? Ini Alasannya

1140
0

Foto-Diskusi-forwot-tantangan-menuju-euro-6-5

Sementara Euro 2 – yang merupakan mesin kebanyak bus dan truk yang ada di Indonesia – harus dengan BBM ber cetane kurang dari itu. Memang, Cetane Number Dexlite 51 atau lebih baik dari solar biasa yang 48.

Oleh karena itu, banyak pabrikan bus dan truk asal Eropa yang melakukan downgrade bus dan truk yang akan dipasarkan ke Indonesia. Caranya, menghilangkan Diesel Particulate Filter (DPF), sehingga bisa diisi solar bersubsidi atau solar biasa.

“Jadi, ini bukan salah pengusaha angkutan bus atau truk jika masih mengisi armadanya dengan solar biasa. Apalagi jika mereka telah menggunakan bus atau treuk yang telah bersatndar Euro 3. Karena BBM yang sesuai dengan standar Euro 3 tidak tersedia di pasar,” paparnya.

Konsultan Teknik Pertamina, Tri Yus Widjajanto,tak menampik adanya kemungkinan penyesuaian oleh pabrikan kendaraan dengan cara down grade seperti itu. “Tetapi dalam konteks perdagangan dan lingkungan maupun kesehatan kita sangat rugi. Indonesia hanya menjadi tempat ‘pembuangan’ atau pasar saja bagi produk-produk mereka yang nota bene bisa dikatakan tidak laku di negara yang menerapkan standar lebih maju,” ungkapnya.

Seperti halnya Puput – panggilan Ahmad Syarudin- Yus juga mengakui kandungan sulfur Dexlite memang lebih kecil ketimbang solar subsidi yang sebanyak 3.500 ppm. “Secara spesifikasi, varian solar baru ini tentu saja memiliki kualitas yang lebih baik. Karena kualitas pembakaran yang lebih baik dan mengurangi penyumbatan karena partikelnya S-nya lebih sedikit dan mengurangi juga polusi.” Kata dia.

Menyikapi hal ini, wartawan senior Munawar Chalil berharap pemerintah membuat sebuah langkah tegas untuk melakukan migrasi standar euro yang lebih tinggi. Tak lagi 3 tetapi langsung ke yang lebih tinggi, 4, 5, atau bahkan Euro 6 sekalian.

“Memang, ini tidak bisa dilakukan secara serta merta tetapi perlu timeline. Namun, nawaitu-nya (niatnya) harus tegas. Begitu pun dengan pelaksanaannya juga harus pasti, konsisten, dan tegas. Orang Indonesia itu nrimo kok. Kalau ditetapkan tidak ada BBM untuk Euro 2 atau 3, tapi yang ada sudah lebih tinggi. SPBU juga diwajibkan, mau apa? Orang akan memilihnya. Begitu pun dengan industri mobil. Sekali lagi, ini soal kemauan saja, sebab di belahan bumi manapun, soal energi (BBM) itu soal politis,” terangnya.

Pernyataan tersebut diamini Puput dan Yus. Bahkan sebelumnya, Ketua Forwot, Indra Prabowo menyampaikan, penyelenggaraan diskusi ini merupakan bagian dari penyiapan diri semua pemangku kepentingan di Indonesia.

Sebab, di belahan bumi bagian Barat, khususnya Eropa telah menerapkan standar yang jauh lebih tinggi. Di Eropa telah berstandar Euro6. “Kami tak ingin Indonesia terus tertinggal dan tertinggal. Di sini kita ingin mengetahui sesiap apakah Indonesia ke Euro 6,” ujarnya. (Ara)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here