I Nyoman SusilaPada era global seperti saat ini, segala aktifitas keluar masuk barang dan jasa dari satu negara ke negara lain juga semakin bebas meski dengan tatanan atau aturan yang telah disepakati secara bilateral maupun multilateral. Hambatan berupa tarif sedikit demi sedikit telah diredusir, dan sebagai gantinya hambatan non tarif yang berupa tingkat kualitas produk dan berbagai standar lainnya digunakan.

Aspek standar kualitas dan berbagai standarisasi itu tentu menjadi sebuah persoalan tersendiri manakala produk suatu bangsa tidak mampu memenuhi standar kualitas. Terlebih bila aturan yang berlaku itu juga menyertakan standar bahan yang digunakan, standar proses produksi, dan lain-lain.

Walhasil, selain akan kalah bersaing dengan produk sejenis dari negara lain yang masuk ke negara yang bersangkutan, produk itu juga tidak bakal tidak bisa diekspor atau dijual ke luar negeri. Ingat, dalam hal standarisasi produk, hampir semua negara maupun lembaga-lembaga yang ada di dunia memiliki standar yang diberlakukan. Meski antara satu standar dengan lainnya tidak bertabrakan, karena biasanya telah dilakukan harmonisasi.

Begitu pun dengan produk ban, baik ban untuk sepeda motor, mobil penumpang, mobil niaga untuk mengangkut orang, truk maupun bus di Indonesia juga wajib mendapatkan melalui uji standarisasi. Melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 68/2014 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Ban, pemerintah mewajibkan semua perusahaan produsen ban untuk melakukan pengujian kualitas ban apakah sesuai dengan standar atau tidak.

Pengujian dilakukan oleh laboratorium yang telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), atau laboratorium independen di luar negeri yang telah mendapatkan pengakuan kredibilitasnya. Bagi Indonesia – jika perusahaan produsen ban yang beroperasi di Tanah Air – memenuhi kewajiban ini akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi bangsa dan negara.

Pertama, ban yang telah diuji oleh laboratorium independen dan mendapatkan sertfikasi sesuai standar yang berlaku dan digunakan oleh konsumen yang merupakan anak bangsa terjamin kualitasnya. Jaminan ini penting demi keselamatan dan kenyamana.

Sekadar catatan, data Kepolisian RI pada tahun 2015 lalu menyebut sekitar 23 persen kasus kecelakaan yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh ban. Kualitas ban yang rendah serta perawatan yang tidak semestinya menjadi penyebabnya.

Uji Ban di TUV Rheinland Indonesia-dok.Istimewa(1)

Terlebih jika kita bicara soal ban yang digunakan oleh kendaraan komersial baik truk, bus, atau angkutan barang maupun angkutan orang milik perusahaan. Dengan ban yang berkualitas dan usia pakailebih lama, maka pengeluaran perusahaaan pun lebih hemat. Artinya, sektor usaha di Indonesia akan jauh lebih kompetitif.

Kedua, dengan melakukan uji kualitas produk ban sesuai dengan standar yang berlaku secara umum dan diakui, maka ban-ban buatan produsen yang beroperasi di Indonesia akan mampu menembus pasar ekspor yang lebih luas lagi.

Sehingga, penghasilan dari devisa juga semakin meningkat. Fakta membuktikan, selama ini dari sekitar 14 – 16 produsen ban di Indonesia produksi ban yang dihasilkan mencapai 142 – 144 juta kapasitas produksi unit ban dengan berbagai tipe serta ukuran ban yang bervariasi baik untuk mobil, motor, truk, bus , dan lainnya.

Dari jumlah tersebut sekitar 70 – 75 persen diekspor ke sejumlah negara di wilayah Asia, Eropa, Amerika, Australia, serta kawasan Timur Tengah. Nilainya pun cukup besar yakni hingga US$ 2 miliar (atau sekitar Rp 26,5 triliun) per tahun.

Jika ekspor bisa terus diperluas, bukan hanya devisa yang diraup tetapi pabrikan penghasil ban juga terus meningkatkan kapasitas produksi. Tenaga kerja pun terserap dan ekonomi nasional juga ikut bergerak.

Namun, yang tak kalah penting adalah keuntungan ketiga yakni penyerapan komoditas Indonesia yakni karet alam.Produsen ban saban tahunnya menyerap 258 ribu ton karet alam atau 44 persen dari total konsumsi karet alam nasional.

Dengan kata lain, dengan semakin besarnya produksi ban dan ekspor dan konsumsi dalam negeri yang meningkat maka para petani atau perkebunan karet juga ikut menikmati. Segala pertimbangan inilah yang mendorong TUV Rheinland Indonesia untuk mengoperasikan laboratorium independen pengujian ban di Serpong, Tangerang Selatan.

*Tulisan ini disarikan dari wawancara dengan I Nyoman Susila, Managing Director PT TUV Rheinland Indonesia

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here